Pacar gelapku marah besar, dia mengira aku tidak setia padanya. Padahal itu hanya sebuah perbincangan sederhana yang dilakukan saat sarapan pagi. Dengan seorang sahabat baik yang selama ini memberiku banyak masukan. Dan kalian tahu, bahkan itu masih berupa rencana. Karena pagi yang sama aku mengalami kekecewaan, tidak bisa bertemu dengan pacar gelapku.
Pacar gelapku sayang, tidakkah kau tahu berapa liter tangis sudah kucucurkan saat menikmati kesendirianku? Di saat yang sama aku tahu kamu tengah berkumpul bersama keluargamu. Dan sungguh, aku ikhlas serta turut bahagia melihat senyumanmu dari jauh.
Tapi sekarang aku sungguh tidak bisa berkata-kata, karena dia marah besar padaku. Andaikata aku bisa, ingin kucuri mentari yang bersinar di kotanya, sejenak saja agar aku bisa menyelinap dalam gelap dan membisikkan rasa yang menggebu di dadaku.
“Aku ini setia padamu, sayang. Setia pada seseorang yang tidak pernah memberikanku teropong bintang untuk melihat masa depan yang seharusnya kumiliki. Aku ini selalu menantimu, sayang. Sampai nanti kau sudah puas kelilingi seluruh eropa dan menemukan rumahmu di hatiku. Dan aku ini mencintaimu, sayang. Mencintaimu lebih dari apapun, bahkan harga diri dan juga masa depan serta semua yang kumiliki.”, aku yakin aku pasti bisa meyakinkannya.
Karena dialah matahariku, tempatku berporos dan menjadi seperti ini.
Jakarta 2010-- di tengah jaman modern, masih terdapat sebuah kepicikan yang dihiasi kata ‘cinta’ hingga lumuran dosa menjadi sedikit berkurang (tidak lain adalah sebuah pembenaran!)
1 comment:
bener ngga..., kalo ada orang yang bicara bahwa kesetian itu bukan berarti harus terpaku pada satu objek aja!!!
kesetian..... dapat berarti seberapa kemampuan kita untuk dapat memegang komitmen pada beberapa objek.....
tapi masalahnya ada ngga ya orang yang mau diduakan?!....
Post a Comment